21 June 2013

Kantor Kemenag Kendari menjadi Penanggap dalam Seminar Sepervisi Pelayan Publik


Seminar yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI di Hotel Athaya, Kamis (20/6/2013), dihadiri oleh perwakilan Pemkot Kendari, RSUD Kendari, Lapas Kls II Kendari, Disdukpil Kendari , Polres Kendari, Kantor Imigrasi Kendari, Kantor Kemenag Kendari, Unhalu, UMK, STAIN, Ormas NU, Muhammadiyah, LSM, Organisasi Kemahasiswaan (BEM), sejumlah media massa seperti Kendari Pos, Tribun, Media Sultra, TVRI Sultra, Kendari TV dan RRI Kendari.
Pranowo Dahlan, salah satu Anggota Ombudsman RI Bidang Pengawasan dalam sambutannya mengatakan bahwa tujuan Ombusdman adalah untuk membangun pelayanan publik yang lebih baik. Ombudsman adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Sultra menduduki peringkat ke26 dari 33 propinsi dalam kualitas pelayanan publik.
Supervisi Ombudsman  RI terhadap pelayanan publik di Kantor Kemenag Kota Kendari , dimana supervisi dilakukan pada KUA Kec. Poasia adalah : 1) Petugas penghulu menerima imbalan sukarela  dari Calon Pengantin 2) Anggaran manasik haji 2013 belum turun. Kantor Kemenag Kota Kendari yang diwakili oleh salah satu stafnya, Budhi Permana, S.Si  dalam tanggapannya mengatakan bahwa  permasalahan “salam tempel”  di KUA dalam proses menikah sangat kompleks. Di satu sisi, penerimaan imbalan diatas Rp. 30 ribu dianggap sebagai gratifikasi. Padahal, hampir 80 persen masyarakat mengundang penghulu di luar hari kerja, Sabtu dan Minggu. Tidak hanya itu, masyarakat enggan menggunakan fasilitas KUA untuk menikah, karena lebih memilih mengundang penghulu ke rumah mereka. Disisi lain, penghulu ditempatkan dalam persoalan pelik. Pasalnya, penghulu harus bersusah payah melayani semua keinginan masyarakat. Dia diluar hari kerja, dan diundang kerumah. Jadi ada semacam ucapan terimakasih, (mengutip pernyataan Dirjen Bimas Islam Abdul Jamil, Jakarta, 12/12). Disamping itu anggaran operasional KUA yang sangat kecil rata-rata 4 juta pertahun, minimnya anggaran ini menjadi salah satu faktor  suburnya praktek “salam tempel” dalam peristiwa nikah.
Kemenag RI melalui pernyataan Irjen Kemenag M. Jasin (Jakarta, Januari 2013) saat ini sedang menggodok 8 opsi untuk dipilih sebagai salah satu solusinya, diantaranya mengratiskan biaya pernikahan serta semua pencatatan nikah dilakukan di KUA dan di hari kerja, sedangkan opsi lainnya membebaskan biaya pencatatan nikah  dan memberikan transport lokal kepada penghulu sesuai Standar Biaya Umum sebesar Rp.110 ribu atau ada biaya tambahan  kepada penghulu jika dilaksanakan diluar KUA. Sedangkan mengenai temuan dana manasik haji yang belum turun, hal tersebut dikarenakan ketika Ombudsman melakukan supervisi pada bulan April dan Mei 2013, dana manasik tersebut belum bisa disalurkan kepada KUA karena masih menunggu proses pelunasan BPIH oleh Calon Jamaah Haji yang masuk nomor porsi berangkat, dimana masa pelunasan dari tanggal 22 Mei – 12 Juni 2013.

Setelah sesi tanggapan serta tanya jawab, acaraseminar  ditutup dengan pemberian Sertifikat kepada Kantor Kemenag Agama Kota Kendari atas partisipasinya dalam kegiatan Ombudsman. (bepe)

In Picture: Perluasan Masjidil Haram Diperkirakan Usai 2016

Perluasan pembangunan di sekitar Kabah terus berlangsung, Jumat (21/6). Karena proyek perluasan ini Kerajaan Saudi memangkas kuota jamaah haji seluruh dunia. Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016

Perluasan pembangunan di sekitar Kabah terus berlangsung, Jumat (21/6). Karena proyek perluasan ini Kerajaan Saudi memangkas kuota jamaah haji seluruh dunia. Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016

Perluasan pembangunan di sekitar Kabah terus berlangsung, Jumat (21/6). Karena proyek perluasan ini Kerajaan Saudi memangkas kuota jamaah haji seluruh dunia. Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016
(Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH) -- Perluasan pembangunan di sekitar Ka'bah terus berlangsung. 
Wartawan Republika OnlineStevy Maradona melaporkan, proses perluasan Masjidil Haram yang belum selesai membuatkuota haji tahun 2013 dipangkas.
Demi kenyamanan dan kekhusyukan kaum Muslim beribadah haji, Kerajaan Arab Saudi memutuskan memangkas kuota haji seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Kementerian Agama menetapkan tiga kriteria calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya pada tahun ini.

"Tadi pagi sudah diputuskan, ada tiga kriteria yang ditetapkan untuk ditunda keberangkatannya," kata Dirjen Peneyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu dalam jumpa pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (21/6).

Tiga kriteria itu, pertama, usia calhaj di atas 75 tahun. Kedua, memiliki keterbatasan fisik, misalkan menggunakan alat bantu seperti kursi roda atau tongkat. Ketiga, bagi yang pernah naik haji kecuali dia adalah pembimbing atau yangberfungsi menjadi mahram.

Jamaah yang memenuhi ketiga kriteria itu, ditunda keberangkatannya dan diprioritaskan pada tahun 2014.

Kapan bisa diketahui nama-namanya, Anggito belum bisa memberikan kepastian waktunya.
Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016.

Ini Tiga Kriteria Jamaah Haji yang Ditunda

Jamaah Haji Kloter pertama Debarkasi Surakarta asal Kabupaten Sukoharjo yang sakit menggunakan bantuan kursi roda menuju mobil ambulans setibanya di Bandara Adi Sumarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (1/11) dinihari.   (Herka Yanis Pangaribowo/Antara)
(Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA) -- Kementerian Agama menetapkan tiga kriteria calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya pada tahun ini. 
"Tadi pagi sudah diputuskan, ada tiga kriteria yang ditetapkan untuk ditunda keberangkatannya," kata Dirjen Peneyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu dalam jumpa pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (21/6).

Tiga kriteria itu, pertama, usia calhaj di atas 75 tahun. Kedua, memiliki keterbatasan fisik, misalkan menggunakan alat bantu seperti kursi roda atau tongkat. Ketiga, bagi yang pernah naik haji kecuali dia adalah pembimbing atau yangberfungsi menjadi mahram.

Jamaah yang memenuhi ketiga kriteria itu, ditunda keberangkatannya dan diprioritaskan pada tahun 2014. 

Kapan bisa diketahui nama-namanya, Anggito belum bisa memberikan kepastian waktunya.

Ini 9 Provinsi dengan Kuota Haji Terbanyak

Calon jamaah haji Indonesia siap berangkat ke Tanah Suci (ilustrasi).
(Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA) -- Keputusan Menteri Agama RI Nomor 121 Tahun 2013 tentang Kuota Haji Tahun 1434 H/2013 M menetapkan 168.800 jamaah yang bisa berangkat tahun ini. Jumah itu setelah dilakukan pemangkasan kuota 20 persen dari 211 ribu jamaah yang semula ditetapkan Kerajaan Arab Saudi.

Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu, jumlah kuota itu terdiri atas kuota haji reguler sebanyak 155.200 orang dan kuota haji khusus 13.600 jamaah. "Kuota haji reguler itu terdiri atas kuota jamaah haji provinsi dan petugas haji daerah," kata Anggito saat jumpa pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (21/6).

Sedangkan, kuota haji khusus terdiri atas kuota jamaah haji khusus sebanyak 12.899 orang dan kuota petugas haji khusus 701 orang. Berikut sembilan provinsi dengan kuota haji reguler terbanyak: 
    
Provinsi         Jumlah total    Jamaah     Petugas

Jawa Barat         30.088       29.888      200
Jawa Timur        27.323       27.143      180
Jawa Tengah      23.717       23.543      174
Banten                6.834         6.788        46
Sumatra Utara     6.588         6.544        44
Sulawesi Selatan  5.777         5.725        52
DKI Jakarta         5.668         5.628        40
Sumatra Selatan  5.088         5.040        48
Lampung             5.026         4.992        34

Apakah Kedua Orang Tua Rasulullah SAW Akan Masuk Surga?

Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)
(Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah)

Persoalan ini bukan prinsip agama yang berdampak pada status keimanan seseorang.

Pertanyaan ini cukup menggelitik. Tetapi, penting menemukan jawaban yang tepat. Di satu sisi, hadis riwayat Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri menegaskan bahwa kedua orang tuanya,ada di neraka. Pernyataan Rasul tersebut merespons pertanyaan perihal nasib kedua orang tua seorang sahabat. “Sesungguhnya, kedua orang tuamu dan orang tuaku ada di neraka,” sabda Rasul.

Tetapi, di sisi lain ada satu fakta bahwa kedua orang tua Nabi hidup pada masa kevakuman seorang nabi dan rasul. Pascameninggalnya Nabi Isa AS belum ada lagi sosok Rasul yang diutus untuk berdakwah dan membimbing segenap umat. Karena itu, mereka yang berada pada periode kekosongan risalah itu dinyatakan selamat dan tidak mendapat siksa. “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS al-Isra' [17]: 15).

Topik ini pun menuai pro dan kontra. Syekh Abdullah bin Baz berpandangan bahwa riwayat Muslim tersebut autentik dan valid. Tidak mungkin Rasul berdusta atas ucapannya sendiri (QS an-Najm 1-4).

Kedua orang tua Rasul akan diminta pertanggungjawaban. Apalagi, telah terjadi penyimpangan atas ketulusan agama Ibrahim AS. Ini berlangsung ketika Amr bin Luhay al-Awza'i melakukan penodaan agama Ibrahim. Selama menguasai Makkah, Amr mengajak para penduduknya untuk menyembah berhala.

Karena itu, kedua orang tua Rasul, menurut Syekh Abdullah bin Baz, termasuk golongan kufur. Ini merujuk pula pada hadis riwayat Muslim yang mengisahkan bahwa Allah SWT melarang Rasul mendoakan keselamatan keluarganya, tak terkecuali ayahandanya, Abdullah bin Abdul Muthalib, dan ibundanya, Aminah.   

Namun Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, menyanggah keras pernyataan Syekh Abdullah bin Baz tersebut. Menurut lembaga yang pernah dipimpin oleh Mufti Agung Syekh Ali Juma'h itu, pernyataan bahwa kedua orang tua  Rasul termasuk kufur dan akan menghuni neraka merupakan bentuk arogansi dan ketidaksopanan.

Justru fakta kuat mengatakan, kedua orang Rasul akan selamat dan bukan termasuk penghuni neraka. Pendapat ini menjadi kesepakatan mayoritas ulama. Tak sedikit ulama yang secara khusus menulis risalah sederhana untuk menjawab kegamangan menyikapi topik ini.

Imam as-Suyuthi mengarang dua kitab sekaligus untuk menguatkan fakta bahwa orang tua Muhammad SAW akan selamat. Kedua kitab itu bertajuk Masalik al-Hunafa fi Najat Waliday al-Musthafa dan at-Ta'dhim wa al-Minnah bi Anna Waliday al-Mushthafa fi al-Jannah.

Selain kedua kitab tersebut, ada deretan karya lain para ulama, seperti ad-Duraj al-Munifah fi al-Aba' as-Syarifah, Nasyr al-Alamain al-Munifain fi Ihya al-Abawain as-Syarifain, al-Maqamah as-Sundusiyyah fi an-Nisbah al-Musthafawiyyah, dan as-Subul al-Jaliyyah fi al-Aba' al-Jaliyyah. Masih banyak kitab lain yang membantah dugaan bahwa orang tua Rasul akan masuk neraka.

Dar al-Ifta memaparkan, mengacu ke deretan kitab tersebut, kedua orang tua Rasul hidup pada masa fatrah atau kekosongan risalah. Ketika itu, dakwah tidak sampai pada masyarakat Makkah. Ulama ahlussunnah sepakat, mereka yang hidup pada periode kevakuman risalah itu dinyatakan selamat. Ini merujuk pada ayat ke-15 surah al-Isra' di atas.

Sekalipun keduanya akan melalui ujian melintasi jembatan shirath, seperti halnya umat lainnya maka keduanya termasuk golongan yang taat. “Berbaiksangkalah kedua orang tua Rasul merupakan golongan taat saat ujian melintasi jembatan,” kata Imam Ibn Hajar al-Asqalani, seperti dinukilkan oleh Dar al-Ifta'

Tuduhan bahwa keduanya termasuk kaum musyrik yang menyekutukan Allah dengan berhala, tidak benar. Abdullah dan Aminah tetap konsisten dalam keautentikan agama Ibrahim, yaitu tauhid. Fakta kesucian keyakinan kedua orang tua Rasul ini dikuatkan antara lain oleh Imam al-Fakhr ar-Razi dalam kitab tafsirnya Asrar at-Tanzil kala menafsirkan ayat ke 218-219 surah as-Syu'ara .

Imam as-Suyuthi menambahkan, dalil lain tentang fakta bahwa garis keturunan Rasul yang terdekat terjaga dari aktivitas penyimpangan akidah. Ini seperti ditegaskan hadis bahwa Rasululllah dilahirkan dari garis nasab yang istimewa dan terpilih yang konsisten terhadap tauhid.

Imam as-Suyuthi kembali menerangkan soal hadis Muslim pada paragraf pertama. Tambahan redaksional “Dan ayahku di neraka” sangat kontroversial di kalangan pengkaji hadis. Para perawi tidak sepakat tambahan tersebut. Sebut saja al-Bazzar, at-Thabrani, dan al-Baihaqi yang lebih memilih tambahan redaksi “Jika engkau melintasi kuburan orang kafir maka sampaikan berita neraka” dibanding, imbuhan bermasalah tersebut.

Arogansi
Ada banyak argumentasi yang membantah dugaan bahwa kedua orang tua Rasul akan masuk neraka. Semestinya, tuduhan tersebut tidak ditudingkan kepada ayahanda dan ibunda Rasul yang terhormat. Karena, itu adalah bentuk arogansi terhadap Rasul.

Qadi Abu Bakar Ibn al-Arabi pernah ditanya soal topik serupa. Tokoh bermazhab Maliki ini pun menjawab, bila soal itu direspons dengan jawaban bahwa keduanya masuk neraka maka terlaknatlah orang yang menjawab demikian. Menganggap keduanya ahli neraka adalah bentuk melukai perasaan Rasul. “Tak ada penganiayan lebih besar ketimbang menyebut kedua orang tua Muhammad SAW penghuni neraka,” kata Ibn al-Arabi.

Ia pun mengutip ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS al-Ahzab [33]:57).

Reaksi keras juga ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ketika itu, ia menginstruksikan pegawainya agar mengutamakan para pegawai yang kedua orang tuanya Muslim dan berasal dari etnis Arab.

Dengan spontan, sang pegawai menjawab instruksi tersebut dan mengatakan, “Memang masalah? Bukankah kedua orang tua Rasulullah non-Muslim?” Sang Khalifah marah besar. Ia pun langsung memberhentikan pegawainya tersebut agar menjadi pelajaran bagai semua dan tidak sembarangan bicara. 

Atas dasar inilah, seyogianya tidak mudah menjustifikasi status kedua orang tua Rasul. Mantan Mufti Dar al-Ifta, Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi'I, mengimbau supaya umat berhati-hati. Tuduhan kekufuran Abdullah dan Aminah salah besar dan pelakunya berdosa.
Ini lantaran dianggap sebagai aksi mencederai Rasulullah. Para pelaku tersebut tidak dihukumi keluar agama akibat perbuatannya itu. Pasalnya, persoalan ini bukan termasuk prinsip agamadharuriyyat ad-din.

Polwan dan Jilbab


Azyumardi Azra(Sumber :REPUBLIKA.CO.ID,oleh: Ayzumardi Azra) 

Apakah Polri bakal menghormati kebebasan beragama dengan mengizinkan polwan memakai jilbab? Kita masih tunggu sikap Kapolri Timur Pradopo. Karena, pelarangan anggota polwan memakai jilbab dikeluarkan kapolri pada 2005, yang saat itu dijabat Da'i Bachtiar. Menurut ketentuan tersebut, anggota polwan dilarang menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan ketentuan tata busana seragam polwan; mereka yang ngotot  menggunakan jilbab sebagai akibatnya bisa diberhentikan atau mengundurkan diri atau minta "pensiun" dini.

Ketika saya akhir pekan lalu diwawancarai the Jakarta Post yang dimuat pada Senin (17/6/13) dalam tajuk ''Police in Hot Water over Hijab Ban", saya menyatakan, Ketentuan kapolri itu jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia beragama dan berkeyakinan. Negara juga menjamin kebebasan setiap warga negara beribadah sesuai dengan keyakinan keagamaannya. Dan, salah satu bentuk ibadah itu adalah pemakaian jilbab atau hijab bagi Muslimah.

Pelarangan pemakaian jilbab bagi anggota polwan yang ingin memakai jilbab jelas pula bertentangan dengan Pancasila, baik sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adalah wajar jika ada kalangan polwan yang berpendapat pemakaian jilbab selaras belaka dengan kedua sila tersebut. Sebaliknya, pelarangan tersebut bisa mengakibatkan dampak negatif pada sila ketiga, Persatuan Indonesia.

Tak kurang pentingnya, pelarangan jilbab itu juga bertentangan dengan prinsip bhinneka tunggal ika, salah satu dari empat pilar kebangsaan-kenegaraan Indonesia. Prinsip ini dalam wacana kontemporer sering disebut sebagai 'multikulturalisme', yang sederhananya adalah 'politics of recognition', politik pengakuan terhadap keragaman, termasuk dalam hal agama.

Karena itu, jika Kapolri menghormati HAM Universal tentang freedom of conscience, kebebasan beragama, dan UUD 1945 serta bhinneka tunggal ika, pelarangan pemakaian jilbab itu harus segera dicabut. Tidak sepatutnya Polri yang seharusnya menghormati dan menegakkan semua ketentuan dan prinsip tersebut justru memiliki ketentuan bertentangan.

Jika Kapolri mau becermin dari realitas, banyak negara yang menganut sekularisme, semacam Amerika Serikat, juga mengizinkan pemakaian jilbab bagi Muslimah. Begitu pula negara seperti Inggris, yang dengan prinsip multikulturalisme mengizinkan Muslimah yang bekerja sebagai polisi atau aparat pemerintah lainnya untuk memakai jilbab.

Kapolri juga tidak perlu jauh-jauh melihat kebijakan pemerintah negara-negara semacam ini. Orang dengan mudah bisa menemukan Muslimah berjilbab di Kedutaan Besar AS, Inggris, Jepang, dan banyak lagi. Saya pernah dikonsultasi seorang duta besar negara sahabat beberapa tahun lalu, yang kaget dan nervous ketika satu pagi menemukan sekretaris pribadinya memakai jilbab. Saya menenangkan sang dubes agar tidak usah nervous karena jilbab tidak ada hubungannya dengan radikalisme, fundamentalisme, atau domestifikasi terhadap kaum perempuan Muslimah. Jadi, biarkan saja yang bersangkutan memakainya.

Memang ada juga negara yang menganut religiously unfriendly secularism, sekularisme tidak bersahabat pada agama, semacam Prancis atau Turki yang melarang PNS perempuan memakai simbol-simbol agama, termasuk jilbab. Tetapi, pelarangan ini terus mendapat perlawanan, bukan hanya dari kaum Muslimin-Muslimat, tetapi juga dari pemikir, aktivis, dan LSM advokasi HAM dan kebebasan beragama.

Indonesia jelas tidak menganut sekularisme, meski juga tidak berdasar agama tertentu, khususnya Islam yang merupakan agama yang dipeluk mayoritas absolut penduduknya. Meski, di kalangan jumhur ulama--ulama arus utama--masih terdapat khilafiyah, perbedaan pendapat tentang apakah rambut perempuan itu 'aurat'. Banyak ulama memandang rambut sebagai aurat sehingga perlu ditutup, tapi banyak pula yang berpendapat rambut bukan aurat sehingga tak perlu ditutupi. Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama--memakai atau tidak memakai jilbab.

Bagaimanapun, pemakaian jilbab oleh Muslimah yang mengikuti pendapat pertama mestilah diapresiasi dan dihargai. Apalagi, jilbab yang mereka pakai adalah jilbab yang modest, sederhana, dan tidak berlebihan, yang mencerminkan sikap washatiyah seperti umumnya Muslimah dan Muslimin Indonesia.

Atas dasar sikap washatiyah itu pula, pemakaian burqa dan niqab, cadar penuh (full-veiled) di Indonesia tidaklah tepat. Lagi pula, cadar mengandung masalah "sekuriti" dan lebih merupakan budaya masyarakat Arab dibandingkan Indonesia. Sebab itu, perlu penyadaran bagi para segelintir pemakai burqa dan niqab di Indonesia tentang masalah-masalah pokok yang terkandung dalam penutup rambut dan muka seperti itu.

Namun, sekali lagi, jilbab atau hijab jelas tidak sama dengan burqa dan niqab. Karena itu, biarlah Muslimah yang ingin tampil dengan jilbab atau hijab sederhana dan bahkan fashionable untuk mengenakannya. Tidak perlu ada ketentuan pelarangan, seperti juga tidak perlu adanya ketentuan yang mewajibkan pemakaiannya. Biarlah masing-masing Muslimah mengikuti salah satu dari ijtihad ulama arus utama tadi dan juga kata hatinya.