Kepala Bidang Bimbingan Ibadah PPIH Arab Saudi Endang Jumali. (foto: mch) |
Sementara, sebagian jemaah haji kita masih ada yang dirawat, baik di RS Arab Saudi maupun di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Makkah. Bagaimana dengan ibadah mereka?
Kepala Bidang Bimbingan Ibadah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Dr. Endang Jumali, Senin (28/08), memberikan penjelasan sebagai berikut:
Panitia Penyelenggara Ibdah Haji (PPIH) Arab Saudi akan mensafariwukufkan jemaah yang tidak mampu melaksanakan wukuf berdasarkan pada hasil screening tim kesehatan. Dalam pelaksanaannya, mereka akan didampingi oleh petugas yang sudah diseleksi. Para petugas ini umumnya dari petugas bimbingan ibadah di sektor.
Untuk kelanjutan proses ibadah mereka paska safariwukuf, Tim Pembimbingan Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) di sektor yang bersangkutan akan mengkoordinasikannya dengan keluarga jemaah. Kelanjutan ibadah itu antara lain terkait pelaksanaan Jumrah Aqabah, Thawaf Ifadah dan Sai, serta pembayaran dam.
Berapa jumlah jemaah haji yang akan disafariwukufkan, sampai saat ini masih dinamis. Sebab, masih banyak kemungkinan yang terjadi dalam tiga hari ke depan, termasuk kemungkinan jemaah yang saat ini sakit menjadi sembuh dan siap bergabung dengan kloternya untuk mengikuti wukuf di Arafah. Data fix mengenai jumlah jemaah yang akan disafariwukufkan, diperkirakan baru didapat pada 30 Agustus mendatang.
Meski demikian, PPIH Arab Saudi telah menyiapkan 10 bus untuk pelaksanaan safari wukuf. Keluarga jemaah yang sakit dan disafariwukufkan, tidak perlu khawatir karena PPIH Arab Saudi terus memantau pelaksanaan ibdah haji jemaah safariwukuf oleh para petugas yang telah ditunjuk.
Kenapa hal demikian mesti dilakukan? Lantas bagaimana pula mereka melaksanaan wajib hajinya?
Anggota Amirul Hajj yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. Asrorun Ni’am, Minggu (27/08) memberikan penjelasan sebagai berikut:
Wukuf adalah rukun haji. Karena rukun, maka harus dilakukan seluruh jemah haji. Pelaksanaan wukuf itu di Arafah dengan waktu yang ditentukan, yaitu 9 Zulhijjah. Ketika ada orang sakit, kemudian dia bisa dibantu untuk berada di tanah Arafah untuk melaksanakan wukuf, maka harus dilakukan.
Salah satu ikhtiar pemerintah untuk membantu jemaah sakit tersebut adalah men-safariwukuf-kan mereka. Sebab, sebagai rukun haji, wukuf harus dilakukan.
Terkait pelaksanaan wajib haji, seperti melontar jumrah atau mabit di Mina, itu bisa diwakilkan kepada orang lain atau dengan membayar Dam. Bahkan dalam kondisi tertentu, ada juga pandangan yang mengatakan, jemaah yang memiliki uzur syar’i tidak harus melaksanakan wajib haji dan juga tidak dikenakan denda atau dam karenanya.
Termasuk uzur syar’i adalah orang yang khawatir dengan keselamatan jiwanya. Khawatir sakitnya justru bertambah parah jika dipaksakan melaksanakan wajib haji. (khoron/rusydi/atw)