06 November 2013
Membangun Karier, Menggapai Impian
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Husnaini
(Penulis Buku ‘Menemukan Bahagia)
Lihatlah para elite dan pejabat yang ditangkap karena terbukti melakukan korupsi. Alangkah miris nasib mereka. Puncak karier yang berhasil diraih ternyata hanya mengantarkan mereka meringkuk di balik penjara. Keringat yang mereka kucurkan untuk membangun prestasi mentereng itu seketika menguap. Kebanggaan lenyap entah kemana. Belum lagi cibiran berujung cercaan yang ditanggung diri dan keluarga mereka.
Karier adalah perkembangan atau kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, dan jabatan. Karier sangat terkait erat dengan sebuah impian atau cita-cita. Ada orang yang berkarier dalam dunia kesehatan karena mempunyai impian menjadi dokter hebat. Yang lain berkarier dalam bidang perdagangan karena mempunyai impian menjadi entrepreneur tajir. Lalu ada orang yang berkarier dalam bidang militer karena mempunyai impian menjadi jenderal berbintang. Juga yang berkarier dalam bidang politik karena mempunyai impian menjadi menteri atau presiden.
Semua absah belaka, tidak dilarang. Setiap orang berhak meniti karier sesuai impian. Islam sekadar mengingatkan supaya segala impian yang sudah diraih itu tidak membuat kita lupa Allah. Capaian sebuah impian sungguh karunia luar biasa dari Allah. Tugas kita selanjutnya tinggal menggunakan dan mensyukuri karunia itu sesuai yang dikehendaki Allah. Hanya kerugian yang akan ditanggung siapa saja yang kufur karunia berupa tercapainya impian itu. Sudah banyak contohnya.
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS Al-Munafiqun: 9].
Kita dapat belajar pada sejumlah pribadi hebat yang meniti karier dan sukses meraih impian. Lihat saja Nabi Ibrahim (1997-1822 SM). Beliau berkarier sebagai peternak hewan, dan sukses. Bersama partner bisnis sekaligus keponakannya sendiri, Nabi Luth (1950-1870 SM), jumlah hewan ternak Nabi Ibrahim berkembang biak sampai tidak dapat ditampung dalam kandang yang tersedia. Nabi dan Rasul keenam itu hidup sebagai orang kaya raya karena usahanya maju pesat.
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami berikan dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishak, seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishak.” [QS As-Shafat: 108-113].
Kesuksesan meniti karier juga terjadi pada Nabi Yusuf (1745-1635 SM). Nabi Yusuf merupakan putra Nabi Ya’kub (1837-1690 SM), yang hanya seorang miskin lagi buta. Sejak kecil, Nabi Yusuf hidup dalam keluarga sederhana. Bahkan pernah dibuang ke sumur gelap akibat korban kedengkian saudara-saudara kandungnya. Nabi Yusuf lantas ditemukan kafilah musafir dan kemudian dijual kepada Kepala Kepolisian Mesir bernama Futhifar (Qifthir).
Hidup di lingkungan istana tidak lantas membuat hidup Nabi Yusuf tenang. Berbagai fitnah dan tuduhan telah melemparkannya ke penjara. Di penjara, Nabi Yusuf mengisi seluruh waktunya untuk beribadah, berdoa, dan berdakwah. Turunlah wahyu yang mengangkat dirinya sebagai Nabi dan Rasul. Lama mendekam di penjara, segala fitnah dan tuduhan terkuak sudah. Raja Mesir kini luluh hatinya. Karena kecerdasan, kesabaran, keuletan, kejujuran, keramahan, dan ketulusannya, Nabi Yusuf diangkat sebagai Wakil Raja Mesir. Tugasnya, mengurus bidang kemakmuran ekonomi dan keuangan.
“Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir. (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja dia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa saja yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [QS Yusuf: 56].
Kita juga menyimak kisah Nabi Daud (1041-971 SM), yang meniti karier dalam bidang militer. Mulanya, ketika Raja Bani Israil yang bernama Thalut menyusun strategi perang untuk menghadapi serangan Raja Jalut dari Palestina, Daud bersama kedua kakaknya diperintahkan ayahnya, Yisya, untuk bergabung dalam barisan laskar Raja Thalut. Karena usianya paling muda, maka ayahnya berpesan agar Daud berada di barisan belakang. Sekali-kali tidak boleh turut berperang.
Tetapi, ketika pasukan Raja Thalut dan Raja Jalut bertemu, Daud lupa pesan sang ayah. Ketika itu, suara Raja Jalut membahana, menantang siapa saja untuk berduel dengannya. Tidak terdengar jawaban. Semua jagoan perang dari Bani Israil diam seribu bahasa. Spontan Daud tampil ke depan. Duel hebat tidak terelakkan. Daud keluar sebagai pemenang, sementara Raja Jalut yang terkenal perkasa justru mati terkapar di tanah.
Keberanian Daud itu segera menjadi buah bibir. Raja Thalut terkesan. Dipungutlah Daud sebagai suami dari putrinya yang paling cantik. Mikyal, namanya. Seiring waktu berjalan, ujian datang juga. Raja Thalut dilanda dengki karena pengaruh dirinya merosot, sementara kewibawaan Daud meroket di mata rakyat Bani Israil. Dirancanglah siasat jahat untuk mengenyahkan Daud. Kembali Daud menunjukkan kehebatan. Dia mampu mengalahkan Raja Thalut tanpa pertempuran.
Daud hanya menggunting baju Raja Thalut saat dia sedang tidur. Ketika Raja Thalut bangun dari tidurnya, Daud berkata, “Lihatlah bagian bajumu yang aku gunting sewaktu engkau tidur pulas. Jika aku mau, tentu dengan mudah aku membunuh dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu. Namun aku masih ingin memberikan kesempatan kepadamu untuk bertobat dan membersihkan hati dari segala sifat dengki, hasut, dan buruk sangka yang engkau jadikan sebagai dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu.”
Raja Thalut malu dan menyesal. Berhari-hari dia merenungi ucapan itu. Pergilah dia meninggalkan kerajaan. Kerajaan kini kosong pemimpin. Saat itulah rakyat Bani Israil beramai-ramai menobatkan Daud sebagai Raja. Di tangan Raja Dawud, rakyat Bani Israil maju pesat, aman, makmur, dan sejahtera. Kehidupan mereka berlimpah berkah karena selalu bertakwa kepada Allah.
“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” [QS Al-Baqarah: 251].
Aduhai indahnya kehidupan manusia-manusia mulia yang meniti karier hingga puncak, namun tetap bersyukur dan beribadah. Mampu menjinakkan harta dan takhta. Itulah yang juga diperankan utusan Allah paripurna bernama Muhammad bin Abdullah (571-632 M). Beliau adalah Nabi dan Rasul panutan, pemimpin lintas zaman. Di penghujung kisah dakwah, Rasulullah berhasil berkuasa penuh atas dua kota penuh kebanggaan, Mekah dan Madinah.
Karier beliau bermula sebagai pedagang biasa. Ketika menginjak usia remaja, Rasulullah bekerja sebagai karyawan seorang janda kaya, Khadijah binti Khuwailid. Kejururan dan kesetiaan beliau telah menawan hati sang majikan. Janda berharta mantan istri Abu Halah itu akhirnya melamar Rasulullah untuk dijadikan suaminya. Selama 25 tahun mengarungi hidup bersama Khadijah, rumah tangga Rasulullah diliputi bahagia dan berkah. Khadijah merupakan orang pertama yang mengimani kerasulan beliau. Rasulullah sangat mencintai dan menghormati Khadijah. Dialah penyokong dana utama dalam perjuangan dakwah Rasulullah di bumi Mekah.
Hendaklah kita mampu memetik hikmah di balik kisah. Selamat meniti karier dan meraih impian. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang dapat menggenggam sekaligus menguasai dunia. Bukan malah dikendalikan, apalagi diperbudak dunia. Kepada Allah jua kita mohon kekuatan dan perlindungan.
Email: hus_surya06@yahoo.co.id
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment