19 April 2013
Ujian Nasional Vs Ujian Twitter
(Sumber : REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Nasihin Masha)
Hati M Nuh, menteri Pendidikan dan Kebudayaan, boleh remuk. Semua pekerjaannya selaku menteri seolah runtuh seketika. Tak ada baik-baiknya. Namun, kaum twitland tidak demikian. Mereka tetap ceria.
Melalui hastag #UNanakTwitter, misalnya, mereka berkicau dengan caranya sendiri. (“Kami sengaja membuat 20 paket soal untuk memperbaiki kekurangan yang ada,” kata Nuh). “Paket gue sudah habis ...,” kata seorang tweeps memelesetkan paket pulsa. Yang lain bilang, “Gue pakenya paket gaul tau.”
(Nuh: “Semua itu untuk menekan kebocoran soal dan mencontek.”)
Para tweeps berkicau, “Lo nyontek ya bro? Jadi trending topic tuh.” “Jangan mencontek, biasakan retweet.”
Realitas pendidikan tak cukup dijawab dengan canda, dan itu memang tugas Nuh. Namun, pelaksanaan ujian nasional tahun ini berantakan. Ada kekacauan pada percetakan. Satu percetakan gagal menyelesaikan tugasnya, hingga hari-H. Dengan demikian, soal-soal ujian belum didistribusikan, padahal percetakan itu menanggung 11 provinsi.
Satu percetakan lagi tak rapi. Percetakan kedua ini menanggung empat provinsi. Ada banyak hal: jumlah lembar soal tak cukup, ada kelambatan kedatangan soal, dan lembar soal yang tertukar. Juga ada satu hal yang sama, dari seluruh enam percetakan, yaitu kualitas lembar jawaban. Kertasnya mudah robek dan jika salah memberi jawaban, lalu dihapus, maka kertas akan mbrudul.
Semua itu bermula dari upaya perbaikan pelaksanaan ujian nasional. Selama ini, salah satu kritik terhadap ujian nasional adalah lembar soal bocor, mencontek, beredar kunci jawaban, serta ada pengawas yang membantu memberikan jawaban. Maka, Kemendikbud memberikan solusi yang sebetulnya bagus. Mereka membuat 20 paket soal untuk tiap pelajaran sehingga setiap siswa dalam satu kelas akan mengerjakan soal yang berbeda. Hal ini menghindari mencontek. Juga menyulitkan bagi pengawas untuk membantu memberikan jawaban.
Selain itu, pencetakan soal yang selama ini disebar di tiap pulau besar di Indonesia, kini semua dicetak di Jawa. Dengan begitu, jika sebelumnya ada 10-20 percetakan, kini hanya ada enam percetakan. Yaitu, di Jakarta, Bogor, Bekasi, Surabaya, dan Kudus. Hal ini bisa mengurangi kebocoran soal karena pengawasan dan kontrol lebih mudah. Hal ini juga sekaligus meminimalkan terjadinya korupsi. Namun, 'sentralisasi' ini ternyata membuat beban percetakan menjadi meningkat walaupun kekacauan hanya terjadi di satu percetakan. Satu percetakan lagi tak sempurna bekerja, sedangkan empat percetakan lain relatif tak ada masalah.
Namun, masih ada satu masalah yang tak kalah serius: kualitas kertas lembar jawaban. Ini karena lembar jawaban dicetak dalam satu bundel dengan lembar soal untuk tiap siswa. Biasanya terpisah. Langkah ini dilakukan untuk menyesuaikan antara paket soal dan lembar jawaban. Lembar soal akan memiliki barcode, demikian pula lembar jawaban. Barcode lembar soal dan lembar jawaban harus sama agar mesin bisa membaca dengan benar ketika mengoreksi jawaban. Namun, hal itu menimbulkan masalah baru.
Tahun-tahun sebelumnya, lembar jawaban memiliki gramatur 80, sedangkan lembar soal memiliki gramatur 60. Karena lembar soal dan lembar jawaban dalam satu lembaran, gramatur harus sama. Jika 80, biaya menjadi bengkak, jika 60, maka kertas lembar jawaban terlalu tipis. Maka, diambil jalan tengah, gramatur kertas 70.
Jika kita biasa membeli kertas HVS dengan gramatur 70, sebetulnya sudah mencukupi. Namun, faktanya kertas mudah robek dan jika dihapus mengelupas dan bahkan bolong. Hal ini perlu diinvestigasi. Ada dugaan unsur korupsi dengan menurunkan spesifikasi kertas. Kualitas kertas mirip kertas daur ulang.
Penundaan ujian nasional di 11 provinsi baru pertama terjadi dalam sejarah Indonesia. Ada banyak dugaan. Mulai dari kemungkinan adanya korupsi dan kolusi hingga unsur sabotase. Namun, selalu saja anak muda bisa bercanda dalam menyikapi kekisruhan ujian nasional ini. Bagaimanapun ujian ini melibatkan 2.732.092 siswa dan 29.333 sekolah SMA. Wajar jika hal ini menjadi perhatian warga twitland yang dihuni anak muda.
Akhirnya, seperti kata tweeps, “Selamat menikmati ibadah UN.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment