05 August 2015

Akademisi: Sebelum Masa Gus Dur, Dunia tak Mengenal NU


 REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Gus Dur tidak hanya seorang mantan Presiden. Gus Dur juga tokoh inspiratif yang membuka jendela dunia kepada masyarakat tradisional terutama pesantren.
Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa, meminta maaf kepada keluarga PKI yang mati dan disiksa, dan lain-lain.

Akademisi Martin Van Buer menguraikan betapa Gus Dur telah membawa modernisasi kepada NU. Martin menjelaskan ada tiga tahap dalam sejarah NU. Tahap pra Gus Dur, semasa kepemimpinan Gus Dur dan tahap pasca Gus Dur.

"Sebelum masa Gus Dur dunia sama sekali tidak mengetahui tentang NU," kata Martin dalam Harlah Gus Dur ke-75 di Universitas Hasyim Ansyari, Selasa (4/7).

Martin mengatakan, akademisi pertama yang meneliti dan menghadiri Muktamar NU adalah Antropolog Mitsuo Nakamura. Seorang peneliti teman lama Gus Dur. Nakamura menghadiri Muktamar di Semarang pada tahun 1979. Nakamura menulis tentang proses pemilihan. Saat itu Idham Cholid menangis merasa tidak pantas untuk dipilih lagi. Namun banyak peserta Muktamar yang terharu dan ia kembali terpilih kembali.

Tujuh tahun kemudian Martin baru datang ke Indonesia. Saat itu sudah banyak pengamat asing yang datang ke Indonesia. Atas bantuan Gus Dur, Martin dapat melakukan penelitian disejumlah pesantren di Indonesia. Salah satunya pesantren di Madura. 

Saat masa kepemimpinan Gus Dur penelitan sosial cukup maju. Saat baru berdirinya LP3ES singkatan dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Sebuah Non Goverment Organisation (NGO) yang didirikan pada 1 Agustus 1971. LP3ES dikenal sebagai salah satu NGO terbesar di Indonesia, memiliki pengalaman dan kompetensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penerbitan, penelitian serta pendidikan politik dan sosial ekonomi.

Gus Dur mendorong penelitian masyarakat melalui pesantren. Hal ini tidak hanya membuat orang asing masuk ke dalam pesantren. Namun juga menjadi momen pesantren berhubungan dan berkomunikasi dengan orang asing yang memiliki latar belakang dan perpektif yang berbeda dari mereka.

"Hal ini membuka jendela  bagi pesantren. Membuat pesantren menjadi bagian masyarakat modern," kata Martin.
sumber: republika.co.id; tgl. 4 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment