REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Seorang pengamat sekaligus muktamirin menyatakan jalan terbaik dan dapat menjadi solusi mengatasi kemelut terkait belum sepakatnya tata tertib dalam Muktamar Ke-33 NU di Jombang adalah perlunya fatwa dari Rais-Aam Syuriah PBNU.
"Kalau ada fatwa itu, semua warga 'nahdliyin' akan menaatinya," kata Ketua Lembaga Kajian Masyarakat (Lekat) Kiai Abdul Fattah di Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8).
Rais Aam Syuriah Pengurus Besar NU saat ini dijabat oleh KH Mustofa 'Gus Mus' Bisri. Penjelasan itu disampaikan kepada wartawan terkait sidang pleno tata tertib, yang dipimpin Slamet Effendi Yusuf pada Ahad (2/8) malam, yang terpaksa ditunda karena alotnya pembahasan Ahlul Halil Wal 'Aqdi (AHWA) yang tertuang dalam pasal 19 Tatib Muktamar ke-33 NU.
Dalam pasal tersebut menyebutkan pemilihan "Rais Aam" dilakukan melalui sistem musyawarah mufakat secara terbatas atau AHWA. Pembahasan pasal tersebut kemudian mengundang perdebatan tajam terkait penyampaian pandangan dan pendapat mengenai aplikasi sistem AHWA dalam Muktamar ke-33 NU di Jombang.
Dampak dari peristiwa tersebut, pembahasan menjadi molor sehingga suasana pun kurang kondusif dan kemudian diambil sikap untuk diskors pada pukul 23.15 WIB dan diagendakan untuk dilanjutkan pada Senin ini.
Menurut Abdul Fattah sejauh amatannya sebenarnya pelaksanaan Muktamar di Jombang masih berlangsung dalam suasana dinamika yang wajar, bahkan dalam beberapa hal berjalan normal saja. Ia memberi contoh dalam pelaksanaan muktamar saat ini ada kemajuan dari sisi registrasi peserta, yang bisa dilakukan secara online (dalam jaringan) dengan menggunakan teknologi informasi.
"Itu jelas kemajuan karena SDM 'nahdliyin' bisa menggunakan teknologi, selain tetap ada cara konvensional," katanya.
Berkaitan dengan adanya keributan saat awal pendaftaran, ia melihatnya dalam perspektif adanya perbedaan pendapat dan keributan itu sendiri. Mengenai perbedaan pendapat soal AHWA, ia menyebut ada tiga kategori yakni yang setuju, tidak setuju, dan setuju namun dibahas dalam muktamar saat ini dan baru diberlakukan pada muktamar lima tahun mendatang.
Sedangkan soal keributan, ia menyebut karena dipicu oleh wakil-wakil peserta dari daerah tertentu yang esensinya adalah menghujat ulama. "Jadi, mesti dibedakan antara perbedaan pendapat dan keributan itu," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga telah melakukan penelusuran terkait isu beredarnya uang (politik uang), yang sejauh ini belum ditemukan buktinya. Karena itu, ia membawa salah satu wakil dari PCNU Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang menyatakan tidak ada bukti dimaksud.
Suara dan aspirasi agar 'Rais Aam; Syuriah PBNU turun tangan menyikapi kemelut dalam muktamar juga disuarakan KH Salahudin 'Gus Sholah' Wahid dan juga putri almarhum KH Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid.
Presiden Joko Widodo pada Sabtu (1/8) malam membuka Muktamar NU ke-33 di Alun-Alun Jombang, Jawa Timur. Muktamar akan berlangsung hingga 5 Agustus 2015.
Presiden Joko Widodo pada Sabtu (1/8) malam membuka Muktamar NU ke-33 di Alun-Alun Jombang, Jawa Timur. Muktamar akan berlangsung hingga 5 Agustus 2015.
sumber : republika.co.id ; tgl. 3 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment